Wednesday, November 10, 2010

Men-disable Autorun/Autoplay

Fungsi Autorun/Autoplay pada Windows terutama disediakan bagi para idiot yang tidak tahu cara menggunakan cd/dvd di komputer. Tapi belakangan justru lebih banyak digunakan oleh para pembuat virus untuk menginfeksi komputer kita. Jangan jadi idiot. Matikan fungsi tersebut. Begini caranya:

1. Jalankan program GPEDIT.MSC dari menu Start->Run
2. Buka folder Computer Configuration -> Administrative Templates -> Sytem
2a.Jika folder System tidak ada, klik kanan pada Administrative Templates, lalu pilih Add/Remove Templates, tekan button Add dan pilih file system.adm.
3. Terlihat di sebelah kanan berbagai fungsi administratif yang bisa diutak-atik
4. Dobel klik di Turn off Autoplay
5. Pilih Enabled dan All Drives

Beres.

Sunday, June 27, 2010

Berikut ini kisah Aragorn dan Arwen

(diterjemahkan oleh yang bikin blog he he ...;
entah karya siapa ini, mungkin asli Tolkien ^^;)

Arador adalah kakek dari sang Raja (Aragorn). Dan Arathorn adalah anaknya yang meminang Gilraen nan Rupawan, anak dari Dirhael keturunan dari Aranarth. Dirhael tidak menyukai pernikahan ini, karena Gilraen masih terlalu muda dan belum mencapai usia saat para wanita Dunedain biasanya menikah.

“Apalagi,” demikian menurutnya, “Arathorn adalah pria yang sudah dewasa dan keras hati, dan akan menjadi pemimpin lebih awal daripada seharusnya, tetapi aku merasa bahwa dia akan berumur pendek.”

Namun Ivorwen, sang istri, yang juga memiliki kemampuan meramal, menukasnya: “Maka dari itu janganlah ditunda lagi! Badai akan datang, hari menjadi gelap, peristiwa besar segera tiba. Jika mereka menikah sekarang, masih ada harapan untuk rakyat kita. Tetapi jika ditunda, maka harapan tidak akan hadir untuk zaman ini.”

Dan demikianlah, saat Arathorn dan Gilraen baru menikah selama setahun, Arador mendapat serangan dari Troll penghuni bukit di Coldfells, sebelah utara Rivendell dan terbunuh. Selanjutnya Arathorn menjadi pemimpin Dunedain. Tahun berikutnya Gilraen melahirkan seorang anak laki-laki, dan dia diberi nama Aragorn. Aragorn baru berusia dua tahun ketika Arathorn bersama dengan anak-anak Elrond berangkat berperang melawan para Orc, dan terbunuh oleh anak panah yang menancap di matanya. Jadi terbuktilah ramalan bahwa ia berumur pendek, ia hanya mencapai enam puluh tahun[1] ketika meninggal.

Lalu Aragorn, sebagai pewaris tahta Isildur, bersama dengan ibunya mengungsi ke rumah Elrond, dan Elrond bertindak sebagai ayah baginya serta mencintainya seperti anaknya sendiri. Tetapi ia dinamai Estel, yang artinya “Harapan”, sedangkan nama aslinya dan asal-usulnya disembunyikan sesuai permintaan Elrond, karena saat itu diketahui bahwa para musuh sedang mencari pewaris tahta Isildur, jika masih ada yang hidup.

Ketika Estel mencapai usia dua puluh tahun, ia pulang ke Rivendell setelah menunaikan tugas besar bersama para anak Elrond, dan Elrond memandangnya serta merasa senang, karena ia melihat Aragorn sudah menjadi pria yang tampan dan terhormat serta beranjak dewasa, walaupun masih belum benar-benar sempurna lahir dan batin. Hari itulah Elrond memanggilnya dengan nama asli serta memberitahu siapa dia sebenarnya dan ayahnya. Lalu ia menyerahkan harta warisannya.

“Ini adalah cincin Barahir,” demikian sabdanya, “tanda ikatan kekeluargaan[2] kita dari zaman yang telah lewat. Dan ini adalah kepingan pedang Narsil, dengan ini kau akan melakukan pekerjaan besar, karena aku bisa meramalkan bahwa usiamu lebih panjang daripada bangsa Manusia pada umumnya, kecuali ada kejadian buruk atas dirimu atau kau gagal dalam ujianmu. Tetapi ujian itu akan panjang dan berat. Tongkat Annuminas masih aku simpan, karena kau masih belum berhak menyandangnya.”

Keesokan harinya saat matahari terbenam, Aragorn berjalan seorang diri di dalam hutan, dan hatinya berbunga-bunga maka iapun bersenandung, karena saat itu ia penuh dengan harapan dan baginya dunia tampak indah. Ketika ia sedang bernyanyi, tiba-tiba tampak olehnya seorang gadis berjalan di rerumputan hijau di antara putihnya pohon birch. Iapun tertegun dan mengira bahwa ia telah masuk ke dalam dunia mimpi, atau barangkali ia memiliki keahlian sihir bangsa Elf, yang dapat menampakkan benda yang sedang dinyanyikan di hadapan pendengarnya.

Saat itu Aragorn sedang menyanyikan bagian dari Kisah Luthien[3] yang menceritakan peristiwa pertemuan Luthien dan Beren di hutan Neldoreth. Dan lihatlah! Di sana Luthien berjalan di depan matanya di Rivendell, dengan mantel berwarna perak dan biru, secantik senja di rumah bangsa Elf. Rambutnya yang gelap melambai tertiup angin, dan dahinya tampak seakan dihiasi zamrud yang terbuat dari bintang-bintang.

Sejenak Aragorn memandang dan terpana, lalu karena khawatir kalau sang gadis akan berlalu dan tak akan berjumpa lagi, ia memanggil, “Tinuviel, Tinuviel!” seperti yang dilakukan oleh Beren pada zaman yang telah lama lewat.

Lalu sang gadis berbalik dan tersenyum, katanya, “Siapakah dirimu? Mengapa kau memanggilku dengan nama itu?”

Lalu jawabnya, “Karena aku percaya bahwa kau adalah Luthien Tinuviel, yang sedang kunyanyikan. Tetapi jika kau orang lain, maka kau benar-benar mirip.”

“Begitulah yang dikatakan banyak orang, “ sahut sang gadis dengan jengkel. “Padahal nama itu bukan milikku. Meskipun mungkin takdirku bakalan mirip dengannya. Tapi siapakah dirimu?”

“Estel, begitu mereka memanggilku,” jawabnya, “tapi aku Aragorn, anak Arathorn, pewaris tahta Isildur, pemimpin Dunedain.” Bahkan di saat ia mengatakannya, ia merasa bahwa keagungan garis keturunannya, yang sebelumnya telah membuat hatinya bergembira, sekarang terasa tidak berarti, karena tidak ada yang bisa dibandingkan dengan keanggunan dan kecantikan makhluk di depannya.

Tetapi sang gadis lantas tertawa gembira dan berkata, “Jadi kita masih bersaudara jauh. Aku adalah Arwen, putri Elrond, dan julukanku adalah Undomiel.”

“Biasanya,” kata Aragorn, “pada masa genting seseorang akan menyembunyikan hartanya yang paling berharga. Tetapi aku heran kepada Elrond dan saudara-saudaramu, aku sudah tinggal di sini sejak bayi, tetapi aku tidak pernah mendengar apa pun tentang dirimu. Mengapa kita tidak pernah bertemu sebelumnya? Apakah ayahmu menyimpanmu di dalam gudangnya?”

“Tentu saja tidak,” jawab Arwen, lalu berpaling memandang ke arah pegunungan di sebelah timur. “Selama ini aku tinggal bersama keluarga ibuku, nun jauh di Lothlorien. Hanya baru-baru ini saja aku pulang untuk menjenguk ayahku. Sudah lama sejak terakhir kalinya aku menginjakkan kaki di Imladris.”

Lalu Aragorn berpikir, Arwen sepertinya tidak lebih tua darinya, yang baru hidup tak lebih dari dua puluh tahun di Middle Earth. Tetapi Arwen memandang ke matanya, “Jangan heran! Anak-anak Elrond juga memiliki usia seperti para Eldar[4].”

Maka malulah Aragorn, karena kini ia menyadari bahwa Arwen adalah seorang Elf dan pancaran matanya mencerminkan banyaknya pengalaman yang telah dilalui. Tetapi bahkan dari saat itu ia telah jatuh cinta kepada Arwen Undomiel, putri Elrond.

Hari-hari berikutnya Aragorn menjadi pendiam, dan ibunya merasa ada hal aneh telah terjadi pada dirinya. Pada akhirnya Aragorn bersedia menjawab pertanyaan ibunya dan bercerita tentang pertemuan saat senja hari di hutan itu.

“Anakku,” demikian Gilraen, “sasaranmu tinggi sekali, bahkan untuk keturunan para raja. Putri ini adalah yang paling terhormat dan tercantik dari yang ada saat ini. Dan bukan pada tempatnya makhluk fana seperti kita untuk menikahi seorang Elf.”

“Tapi kita memiliki sebagian dari garis keturunan mereka,” tukas Aragorn, “itu jika kisah dari nenek moyang kita memang benar adanya.”

“Memang benar,” kata Gilraen, “tapi itu sudah berlalu lama sekali, pada zaman yang lain, sebelum bangsa kita runtuh. Maka dari itu aku khawatir. Selama ini, jika tanpa uluran tangan dari Tuan Elrond, keturunan Isildur sudah musnah. Tetapi aku tidak yakin kalau Elrond akan menyetujui hal ini.”

“Maka suramlah hari-hariku, dan aku akan berjalan di belantara seorang diri,” kata Aragorn.

“Sepertinya itulah nasibmu,” kata Gilraen. Tetapi walaupun ia memiliki kemampuan meramal seperti yang dimiliki bangsanya, ia tidak mengungkapkan apa yang nampak olehnya, dan ia tidak pernah membicarakan masalah itu lagi.

Tetapi Elrond melihat banyak hal dan membaca hati banyak orang. Suatu hari, sebelum musim gugur tiba di tahun yang sama, ia memanggil Aragorn ke ruang singgasananya, dan ia berkata: “Aragorn putra Arathorn, pemimpin Dunedain, dengarkanlah! Takdir yang besar menantimu, lebih tinggi dari semua pendahulumu sejak masa Elendil, atau jatuh ke kegelapan bersama sisa-sisa bangsamu. Tahun-tahun penuh pencobaan menantimu. Kau tak akan memiliki istri atau mengikat hati seorang wanita, hingga saatnya tiba dan kau telah membuktikan kemampuanmu.”

Maka khawatirlah Aragorn, “Apakah ibuku telah membicarakan masalah ini?”

“Tentu saja tidak,” kata Elrond, “Pandangan matamulah yang mengatakannya. Tetapi aku tidak berbicara tentang putriku seorang. Kau juga tidak bisa mengikat hati putri siapa pun, termasuk dari bangsa Manusia. Tetapi mengenai Arwen nan Rupawan, Putri Imladris dan Lorien, cahaya bintang bagi rakyatnya, ia memiliki garis keturunan yang lebih tinggi darimu, dan ia sudah hidup sangat lama di dunia ini sehingga baginya dirimu cuma sepucuk tunas dibanding sebatang pohon birch yang sudah menempuh banyak musim panas. Ia jauh di atasmu. Demikianlah, menurutku, pandangannya terhadapmu. Tapi jika pun tidak, dan hatinya berpaling kepadamu, maka aku akan berduka-cita akan takdir yang menimpa kami.”

“Takdir yang seperti apa?” tanya Aragorn.

“Selama aku tinggal di sini, ia akan hidup seperti para Eldar,” jawab Elrond, “dan jika aku meninggalkan tanah ini, ia akan ikut denganku, jika itu pilihannya.”

“Aku mengerti,” kata Aragorn, “bahwa aku menginginkan harta yang kau cintai bagaikan harta Thingol yang diinginkan oleh Beren. Sepertinya itu nasibku.” Lalu tiba-tiba ia mendapatkan penampakan seperti yang juga dimiliki oleh keluarganya, dan berkatalah Aragorn, “Tapi Tuan Elrond, masamu tinggal di sini hampir habis, dan pilihan itu akan segera dipintakan dari anak-anakmu, untuk berpisah dari dirimu atau dari Middle Earth.”

“Benar,” jawab Elrond. “Sebentar lagi, menurut kami, walaupun untuk bangsa Manusia itu berarti bertahun-tahun lagi. Tetapi tidak ada pilihan lain bagi Arwen-ku yang tercinta, kecuali jika kau, Aragorn putra Arathorn, hadir di antara kami dan membuat salah satu dari kita, kau atau aku, harus berpisah dengannya hingga akhir dunia ini. Kau masih belum tahu apa artinya itu bagiku.” Elrond mendesah dan sesaat kemudian dengan pandangan tajam ia bersabda: “Waktu yang akan menentukan. Kita tidak akan membicarakan lagi masalah ini hingga banyak hal sudah kita lalui. Hari menjadi gelap dan kejahatan akan datang.”

Lalu Aragorn berpamitan kepada Elrond dan keesokan harinya ia berpamitan kepada ibunya dan kepada kerabat Elrond, juga kepada Arwen, lalu ia memasuki belantara. Selama hampir tiga puluh tahun ia berjuang melawan Sauron, dan ia menjadi kawan dari Gandalf nan Bijak, tempat ia mendapatkan banyak pengetahuan. Dengannya ia mengadakan banyak petualangan berbahaya, tetapi sejalan dengan berlalunya waktu, ia lebih sering melakukannya seorang diri. Perjalanannya keras dan panjang, dan ia selalu terlihat murung, kecuali jika sedang tersenyum. Ada saat-saat ketika ia tidak menyembunyikan jati dirinya, maka bagi bangsa Manusia ia tampil sebagai orang yang pantas dihormati, seperti seorang raja dalam pengasingan. Tetapi lebih sering ia menggunakan banyak samaran dan dikenal dengan banyak nama. Ia berkuda bersama para Rohirrin, berjuang bersama penguasa Gondor, di darat dan di laut, dan dalam kemenangan ia mengajarkan pengetahuan dari bangsa Barat[5], lalu berlalu seorang diri ke timur dan bertualang jauh ke selatan, mempelajari hati manusia, yang baik dan yang jahat, dan membongkar rencana dan perbuatan para hamba Sauron.

Demikianlah, ia menjadi yang paling handal di antara bangsa Manusia, terlatih dalam keahlian dan pengetahuan, dan terlebih lagi karena ia memiliki darah Elf, maka jarang ada yang tahan menentang sinar matanya. Wajahnya sedih dan keras karena takdir yang menempanya, tetapi harapan masih hidup jauh di dalam hatinya, dan dari waktu ke waktu membuncah ke permukaan seperti sumber air dari antara bebatuan.

Tibalah saatnya ketika Aragorn berusia empat puluh sembilan tahun, ia kembali dari Mordor yang penuh bahaya dan kegelapan, tempat Sauron kini tinggal dan menyibukkan diri dengan kejahatannya. Ia kelelahan dan ingin pulang ke Rivendell dan beristirahat di sana untuk sementara waktu sebelum mengadakan perjalanan lagi ke ujung dunia. Dan dalam perjalanannya, tibalah ia di perbatasan Lorien dan diundang ke dalam wilayah kekuasaan Putri Galadriel.

Tanpa sepengetahuannya, saat itu Arwen Undomiel juga berada di sana, sekali lagi tinggal di antara keluarga ibunya. Ia hanya sedikit berubah, karena usia tidak berpengaruh kepadanya, tetapi wajahnya terlihat lebih murung dan sekarang ia jarang tertawa. Sedangkan Aragorn telah tumbuh sempurna lahir dan batin. Maka Galadriel pun menyuruhnya menanggalkan pakaian yang compang-camping, lalu ia memberikan pakaian putih dan keperakan, dengan jubah abu-abu seperti yang dipakai para Elf, serta permata indah di dahinya. Maka tampillah Aragorn lebih dari bangsa Manusia yang lain, dan terlihat lebih mirip seperti bangsawan Elf dari tanah Barat. Saat itulah Arwen pertama kali melihatnya setelah sekian lama berpisah, dan saat Aragorn datang menghampiri di bawah pepohonan Caras Galadhon yang dipenuhi bunga-bunga emas, Arwen menentukan pilihannya dan takdirnya ditetapkan.

Lalu untuk satu musim keduanya berkelana berdua di padang rumput Lothlorien, hingga tiba saatnya bagi Aragorn untuk melanjutkan perjalanannya. Maka pada senja hari di tengah musim panas, Aragorn putra Arathorn dan Arwen putri Elrond pergi ke bukit indah di Cerin Amroth yang terletak di tengah wilayah tersebut, dan keduanya berjalan tanpa sepatu di rerumputan abadi, di antara tetumbuhan elanor dan niphredil. Dan di sanalah, di puncak bukit, mereka melihat ke arah Bayang-bayang[6] kegelapan di timur dan Senja[7] hari di barat, dan mengikrarkan ikatan mereka dan merasa berbahagia.

Dan berkatalah Arwen, “Bayang-bayang membawa kegelapan, tetapi hatiku gembira, karena kau, Estel, akan menjadi orang besar yang akan menghancurkannya.”

Tetapi Aragorn menjawab: “Sungguh malang, aku tidak dapat melihatnya, dan bagaimana itu bisa tercapai juga tidak nampak olehku. Tapi dengan harapanmu maka aku juga berharap, bahwa aku akhirnya bisa mengusir Bayang-bayang. Akan tetapi bahkan Senja juga tidak akan kumiliki, karena aku makhluk fana dan jika kau memilihku, cahaya bintangku, maka kau harus menolaknya juga.”

Maka Arwen berdiri diam seperti pohon, melihat ke arah barat dan akhirnya ia berkata, “Aku akan memilihmu, Dunadan, dan berpaling dari Senja. Tetapi di sanalah tanah bangsaku, dan tempat tinggal seluruh keluargaku.” Ia sangat mencintai ayahnya.

Ketika Elrond mengetahui pilihan putrinya, ia tercenung, walaupun hatinya teriris karena menjumpai takdir yang ditakutinya dan tak kalah beratnya untuk ditempuh. Tetapi ketika Aragorn kembali ke Rivendell, ia memanggilnya lalu berkata:

“Anakku, ada masanya harapan memudar, dan aku cuma tahu sedikit tentang apa yang akan terjadi sesudahnya. Tetapi kini ada bayang-bayang yang memisahkan kita. Mungkin ini sudah digariskan, bahwa dengan kehilanganku maka kerajaan Manusia akan dipulihkan. Maka dari itu, walaupun aku mencintaimu, aku berkata kepadamu: Arwen Undomiel tidak akan kehilangan anugerahnya untuk sesuatu yang remeh. Ia tidak akan menjadi pengantin dari Manusia mana pun kecuali raja Gondor dan Arnor. Bagi kita, bahkan kemenangan bisa membawa derita dan perpisahan, tetapi aku mengharapkan kebahagiaan bagimu, walau sesaat. Sesaat. Sungguh malang, kau anakku! Aku khawatir bahwa bagi Arwen, takdir Manusia akan terasa keras pada akhirnya.”

Demikianlah yang diputuskan antara Elrond dan Aragorn, dan mereka tidak membicarakan lagi masalah itu, tetapi Aragorn berangkat lagi menghadapi bahaya dan melanjutkan upayanya. Dan ketika dunia semakin masuk ke dalam kegelapan dan ketakutan menyelimuti Middle Earth, dengan semakin berkembangnya kekuatan Sauron, serta makin tinggi dan kokohnya Barad-dur[8], maka Arwen tinggal di Rivendell. Dan saat Aragorn tidak ada, dari kejauhan ia tetap memikirkannya. Arwen menetapkan harapan yang besar dan agung baginya, bahwa ia layak mendapatkan tahta Numenor dan warisan Elendil.

Setelah beberapa tahun, Gilraen berpamitan kepada Elrond dan kembali ke tanah keluarganya di Eriador, dan di sana ia tinggal seorang diri. Ia jarang bertemu lagi dengan putranya, karena selama ini Aragorn melewatkan waktunya bertualang di negeri-negeri yang jauh. Namun satu saat ketika Aragorn pulang ke utara, ia mendatangi ibunya, dan sebelum Aragorn melanjutkan perjalanan, berkatalah Gilraen:

“Ini terakhir kalinya kita berpisah, anakku Estel. Aku sudah sudah terlalu tua, karena aku cuma manusia biasa[9]. Dan kini dengan makin dekatnya waktuku, aku tidak dapat menghadapi kegelapan yang makin mencengkeram Middle Earth. Aku akan segera meninggalkannya.”

Aragorn berusaha menghiburnya, berkata: “Akan tetapi mungkin ada cahaya di seberang kegelapan, dan jika begitu, aku akan menunjukkannya kepadamu dan menyenangkan hatimu.”

Tetapi Gilraen hanya menjawabnya dengan sajak: “Onen i-Estel Edain, u-chebin estel anim.”[10]

Maka berangkatlah Aragorn dengan hati berat. Dan Gilraen meninggal dunia sebelum musim semi berikutnya.

Maka waktunya tiba untuk perang memperebutkan Cincin, yang dikisahkan panjang lebar pada cerita yang lain. Dengan cara yang tidak terduga, Sauron ditaklukkan, dan semua yang sangat diharap-harapkan akhirnya terpenuhi. Ketika Gondor hampir dikalahkan maka datanglah Aragorn dari arah laut, mengibarkan bendera Arwen dan bertempur di padang Pelennor. Dan pada hari itulah untuk pertama kalinya ia diagungkan sebagai raja, dan akhirnya ia menerima warisan dari para leluhurnya, Mahkota Gondor dan Tongkat Kerajaan Arnor. Maka pada pertengahan musim panas di tahun jatuhnya Sauron dari kekuasaannya, Aragorn menikahi Arwen Undomiel di kota para raja.

Maka berakhirlah zaman ketiga dengan kemenangan dan harapan. Walaupun demikian terdapat juga di antara kesedihan pada masa itu, yaitu perpisahan Elrond dan Arwen, karena di antara mereka terbentang samudera dan takdir hingga akhir dunia. Ketika Cincin Utama dihancurkan dan tiga Cincin milik bangsa Elf kehilangan kekuatannya, Elrond merasa bosan dan meninggalkan Middle Earth, dan tak pernah lagi kembali. Tetapi Arwen menjadi seperti makhluk fana, tetapi ia tidak dapat meninggalkan dunia hingga ia kehilangan semua yang sudah diperolehnya.

Sebagai ratu bagi bangsa Elf dan Manusia, ia tinggal bersama Aragorn selama seratus dua puluh tahun penuh kejayaan dan kegembiraan. Namun pada akhirnya Aragorn mulai merasa tua dan menyadari bahwa akhir hidupnya yang panjang sudah dekat. Lalu Aragorn berkata kepada Arwen:

“Pada akhirnya, cahaya bintangku, yang tercantik di dunia ini, yang terkasih, kehidupanku mulai memudar. Lihatlah! Kita sudah mengumpulkan, kita sudah menggunakan, maka saatnya untuk membayar hampir tiba.”

Arwen tahu apa maksudnya, dan sudah jauh hari melihatnya. Walaupun demikian ia tidak dapat menahan kesedihan. “Apakah kau, paduka, akan meninggalkan rakyatmu yang setia?”

“Tidak sebelum waktuku tiba,” jawab Aragorn. “Karena jika aku tidak pergi sekarang, maka aku akan disingkirkan. Dan Eldarion, anak kita, sudah menjadi seseorang yang matang untuk tahta kerajaan.”

Lalu pergilah Aragorn ke Rumah Para Raja, lalu di sana ia merebahkan tubuhnya di atas pembaringan yang sudah disiapkan untuknya. Di sana ia mengucapkan perpisahan kepada Eldarion, dan menyerahkan Mahkota Gondor dan Tongkat Kerajaan Arnor, lalu semua meninggalkannya kecuali Arwen, dan Arwen seorang diri di samping tempat Aragorn berbaring. Bahkan dengan kebijaksanaan dan garis keturunannya, ia tidak dapat meminta Aragorn untuk tinggal bersamanya lebih lama. Ia masih belum cukup menikmati hari-harinya, sehingga ia harus menerima kepedihan yang disodorkan oleh kefanaan kepadanya.

“Putri Undomiel,” kata Aragorn, “saat ini memang sangat menyakitkan, tetapi itu sudah ditentukan sejak saat kita berjumpa di bawah pohon birch di taman Elrond, di tempat yang kini sudah tidak didiami lagi. Dan di atas bukit Cerin Amroth ketika kita menolak Bayang-bayang dan Senja, takdir ini sudah kita terima. Pertimbangkanlah, sayangku, dan tanyalah pada dirimu, apakah kau ingin aku menunggu hingga menjadi tua dan harus ditopang agar bisa duduk, menjadi pikun. Tidak, putri, aku adalah yang terakhir dari Numenor, dan raja terakhir dari zaman yang silam. Dan untukku sudah dianugerahkan masa hidup tiga kali dari bangsa Manusia di Middle Earth ini, juga kemampuan untuk pergi ke mana pun aku mau, dan memberikan apa yang sudah kuperoleh. Maka, sekarang, aku akan tidur.”

“Aku tidak dapat menghiburmu, karena tidak ada penghiburan untuk rasa sakit seperti itu di dunia ini. Maka pilihan yang tersedia untukmu adalah menyadarinya dan berangkat ke Barat, membawa bersamamu kenangan kebersamaan kita, yang akan tetap hidup di sana, walaupun cuma kenangan. Atau kau harus menerima takdir bangsa Manusia.”

“Tidak, Tuanku,” sahut Arwen, “pilihan itu sudah lewat jauh hari. Sekarang sudah tidak ada lagi kapal[11] yang bisa membawaku ke sana. Maka aku harus menerima takdir bangsa Manusia, mau atau tidak mau, yaitu kehilangan dan kesunyian. Tetapi aku berkata kepadamu, raja Numenor, hingga saat ini aku baru mengerti kisah bangsamu dan kejatuhan mereka. Seperti orang bodoh aku mengejek mereka, tetapi jatuh iba pada akhirnya. Karena jika sesuai perkataan para Eldar, bahwa seperti ini anugerah dari Yang Maha Esa kepada bangsa Manusia, maka sungguh menyakitkan untuk diterima.”

“Memang seperti itu tampaknya,” kata Aragorn, “Tetapi janganlah kita jatuh pada ujian yang terakhir, setelah kita menyingkirkan Bayang-bayang dan Cincinnya. Dalam kesedihan kami berlalu, tetapi bukannya tanpa pengharapan. Dengarlah! Kami tidak terikat selamanya di dalam dunia ini[12], dan di seberang sana ada lebih banyak daripada sekedar kenangan. Selamat tinggal!”

“Estel, Estel!” teriak Arwen, dan Aragorn menggenggam tangan Arwen, menciumnya, lalu tertidur. Maka tampaklah keindahan yang luar biasa pada sosok Aragorn, sehingga siapa pun yang datang kemudian akan terkagum-kagum melihatnya, karena mereka akan melihat anugerah masa mudanya, dan keberaniannya di masa dewasa, dan kebijaksanaan serta kemuliaan pada masa hidupnya terkumpul menjadi satu. Dan untuk waktu yang lama ia berbaring di sana, gambaran dari kemegahan para raja bangsa Manusia dalam kejayaan mereka, yang tak terpadamkan hingga terpecahnya dunia.[13]

Tetapi Arwen meninggalkan Rumah Para Raja, dan cahaya di matanya meredup, dan dalam pandangan rakyatnya ia terlihat dingin dan kelabu seperti datangnya malam tak berbintang di musim dingin. Lalu ia mengucapkan perpisahan kepada Eldarion serta putri-putrinya yang lain, juga kepada semua yang dicintainya. Kemudian berlalulah Arwen dari kota Minas Tirith dan menuju tanah Lorien, di mana ia tinggal seorang diri di bawah pepohonan yang berguguran hingga tiba musim dingin. Galadriel sudah pergi, demikian juga Celeborn, dan tanah itu menjadi sunyi.

Di sanalah pada akhirnya, ketika daun-daun emas mallorn berguguran, tetapi musim semi belum lagi tiba, ia membaringkan dirinya di atas Cerin Amroth, dan di sanalah kuburnya, hingga dunia ini diubah dan semua hari-hari kehidupannya dilupakan orang-orang yang datang sesudahnya dan elanor serta niphredil tidak lagi tumbuh di sebelah timur samudera.

Demikian kisah ini berakhir, seperti yang disampaikan kepada kami di selatan, dan dengan berlalunya bintang Evenstar, tidak ada lagi yang ditulis pada buku ini mengenai masa itu.



[1] Para raja dari Numenor, termasuk Isildur dan keturunannya, bisa mencapai usia ratusan tahun, sehingga usia enam puluh tahun dianggap terlalu muda untuk meninggal dunia

[2] Para raja dari Numenor diturunkan oleh saudara kandung Elrond yang bernama Elros

[3] Seorang putri Elf yang menikah dengan seorang manusia bernama Beren



[4] Kelompok bangsa Elf yang diundang oleh para dewa untuk tinggal di Undying Land.



[5] Kerajaan-kerajaan Gondor dan Rohan diturunkan dari kerajaan Numenor yang terletak di sebuah pulau di sebelah barat Middle Earth. Pulau itu dihancurkan oleh para dewa karena telah murtad setelah dipengaruhi oleh Sauron.

[6] Sauron juga dijuluki “Shadow” atau Bayang-bayang

[7] Undying Land atau tanah kekal tempat tinggal para dewa

[8] Tempat tinggal Sauron pada masa itu

[9] Bukan keturunan dari Isildur

[10] Aku memberikan Harapan kepada Dunedain, tetapi aku sendiri tidak memiliki harapan

[11] Pada akhir zaman kedua, bersamaan dengan dihancurkannya pulau Numenor, maka Undying Land tempat tinggal para dewa dipisahkan dari Middle Earth. Hanya kapal khusus yang dikemudikan oleh Cirdan yang dapat mencapainya. Cirdan meninggalkan Middle Earth beberapa saat setelah Elrond.

[12] Ketika Middle Earth diciptakan, Iluvatar (sang pencipta) menentukan bahwa siapa pun yang masuk ke dalamnya, tidak ada yang bisa meninggalkan dunia tersebut, kecuali Manusia pada saat kematiannya.

[13] lih. 11

Saturday, June 26, 2010

Harddisk/DVD-ROM menjadi lambat?

Coba periksa pada device manager, apakah IDE channel-nya menggunakan UltraDMA atau PIO? Yang sering terjadi adalah setelah mengalami beberapa kali error saat membaca, Windows memutuskan untuk mengubah cara membaca HDD/DVD-ROM dari UltraDMA yang cepat menjadi PIO yang lambat.

Untuk mengubahnya kembali, lakukan yang berikut ini:

1. Error bisa terjadi karena kabel IDE/SATA yang kurang mantap terpasang, atau bisa juga karena konektornya kotor atau cacat. Periksa dulu sebelum melanjutkan.
2. Variabel atau counter yang digunakan Windows untuk mencatat error tersebut harus di-reset secara manual. Gunakan REGEDIT untuk membuka registry, lalu cari key:

************************************************************************************************
HKEY_LOCAL_MACHINE\SYSTEM\CurrentControlSet\Control\Class\{4D36E96A-E325-11CE-BFC1-08002BE10318}
************************************************************************************************

(copy n paste jika perlu)
3. Di dalam key tersebut terdapat subkey 0000, 0001, 0002, 0003, dst. yang jumlahnya tergantung colokan IDE/SATA yang ada pada motherboard. Di dalam masing-masing subkey tersebut terdapat variabel MasterIdDataChecksum dan SlaveIdDataChecksum yang digunakan oleh Windows untuk mencatat error baca yang terjadi. Hapus variabel-variabel tersebut semuanya (Windows akan otomatis membuat lagi variabel tersebut setelah restart, dengan isi 0).
4. Restart Windows.
5. Gunakan Device Manager (lewat control panel atau klik kanan pada My
Computer -> Manage -> Device Manager), pilih IDE ATA/ATAPI Controllers -> Primary IDE Channel.
6. Buka tab Advanced Settings.
7. Ganti semua Transfer Mode dengan DMA if available.
8. Lakukan yang sama dengan Secondary IDE Channel.
9. Restart Windows.

Friday, June 25, 2010

IPK 3++?

Konon menjadi wartawan Jawa Pos harus lulus dengan IPK 3++, tapi kalau melihat tulisan-tulisan di Jawa Pos, terutama berita luar negerinya, kelihatan sekali bahwa isinya cuma copy + paste lalu kirim ke bagian penerjemah, tidak ada pendalaman sama sekali.

Misalnya, seringkali dimuat di Jawa Pos artikel mengenai dukungan terhadap perkawinan homo. Seakan-akan perkawinan homo adalah bagian dari perjuangan hak asasi manusia. Benar-benar tolol. Perkawinan homo tidak ada hubungannya dengan hak asasi manusia. Perkawinan homo adalah imbas pertarungan politik antara partai Republik dengan partai Demokrat di Amerika Serikat. Kita di Indonesia ini, apa urusannya? Dan Jawa Pos, ingin menobatkan diri sebagai pendukung utama perkawinan homo di Indonesia? (mumpung tidak ada koran nasional lain di Indonesia yang secara rutin memuat berita pro perkawinan homo).

Lalu ada juga soal "Obama mengancam akan memecat petinggi British Petroleum". Duar!!! Sejak kapan British Petroleum menjadi BUMN-nya Amerika Serikat? Punya kuasa apa Obama untuk memecat petinggi BP? Lagi-lagi wartawan ber-IPK 3++ Jawa Pos lebih mengedepankan kesengsem beratnya terhadap Obama dibandingkan dengan menulis berita secara rasional.

Contoh terakhir adalah berita mengenai peringatan perang Korea di edisi hari ini. Dengan santainya sang wartawan (whoever that is) menerjemahkan berita dari .... eh ... entah dari mana, yang jelas kalo tidak pernah baca sejarah, pasti kesimpulannya adalah Amerika Serikat yang memulai perang Korea. Dan (DAN) ini didasarkan pada pidato Kim Jong Il (!!!). Padahal semua orang tahu orang gila macam apa Kim Jong Il itu.

Perang Korea dimulai ketika bapaknya Kim Jong Il (yang juga sama-sama gila alias memang keturunan) punya ide "cemerlang".

Di tahun 1950, sebagian besar industri di tanah Korea terletak di Utara, dengan demikian secara relatif Korea Utara lebih maju dan makmur. Sedangkan Korea Selatan lebih banyak berupa sawah dan ladang. Maka menurut perhitungan Kim Il Sung (itu bapaknya Kim Jong Il, yang jadi sohibnya Soekarno, yang sama-sama gila kuasanya), dengan sekali gebrak saja Korea Selatan bisa dengan mudah ditundukkan dan dia akan menjadi raja diraja tanah Korea.

Tentu saja yang namanya ide orang gila mana bisa diterapkan dengan sukses di dunia orang normal. Amerika Serikat yang saat itu masih ngendon di Jepang pasca Perang Dunia 2, tentu saja tidak mau cuma menonton Korea Selatan dicaplok oleh komunis. Maka dikirimkanlah bantuan tentara ke Korea Selatan dan sukses menggulung Korea Utara hingga ke perbatasan Cina.

Masalahnya, setahun sebelumnya komunis berhasil merebut kekuasaan di Cina, dan MacArthur yang saat itu memimpin tentara Amerika Serikat punya ide "cemerlang" juga untuk melanjutkan kemenangannya di Korea menuju Beijing. Akhirnya Cina jadi ikut-ikutan berperang di Korea, dan presiden Amerika Serikat (Harry Truman) yang sebelumnya cuma ingin menolong Korea Selatan terpaksa memecat MacArthur dan melobi PBB untuk menetapkan garis lintang 38 derajat Utara sebagai perbatasan kedua Korea (yang oleh wartawan ber-IPK 3++ Jawa Pos diterjemahkan menjadi "benteng ke-38", memangnya lulusan mana? Universitas Kartini?)